Kemudahan dan kesulitan adalah dua sisi berlawanan yang menjadi sebuah keniscayaan hidup bagi setiap insan. Semua yang hidup di dunia ini pasti akan atau pernah merasakan dua sisi berlawan itu. Hanya saja, masing-masing individu mungkin tidak sama dalam menyikapinya. Apakah sesuatu yang diterimanya merupakan nikmat atau ujian, anugerah atau musibah, kesedihan atau kebahagiaan, semua tergantung masing-masing individu dalam menyikapinya.
Buku Inna Ma’al ‘Usri Yusran karya Muhammad Abdul Athi Buhairi ini mengajak kita untuk menyikapi segala sesuatu, baik kemudahan maupun kesulitan, sebagai hal yang positif. Dalam artian, kemudahan dan kesedihan yang kita alami sama-sama baik, sehingga bisa mengantarkan kita sebagai makhluk yang ikhlas, qana’ah, dan bersyukur. Sifat seperti inilah yang dalam agama disematkan pada mereka orang-orang yang taat (beriman).
Hal di atas penting sekali untuk ditanamkan pada diri kita masing-masing, karena ketika menenerima kesulitan, kita cenderung merasa sedih dan kadang sampai berangggapan bahwa Tuhan tidak sayang pada kita, padahal kalau kita mencoba untuk bersikap arif, dari kesulitan itu akan berbuah kemudahan yang sangat berarti. Tuhan tidak akan mendatangkan kesulitan dan membebankannya melebihi kemampuan hamban-Nya. Bahkan dalam Al-Qur’an Allah menyiratkan bahwa dalam satu kesulitan akan ada dua kemudahan yang akan dipetik jika kita bersabar dan tetap bersyukur. Dalam hal ini Ibnu Qayyim pernah berkata bahwa ketika seorang hamba bersabar dengan sabar yang benar, musibah yang menimpanya akan dirasakan sebagai nikmat, kesempitan akan jadi kelapangan, dan yang awalnya dibenci akan menjadi sesuatu yang dicintai olehnya (hal. 140).
Kita bisa melihat bagaimana keteladan Nabi Ayub dalam menghadapi penyakit yang pernah ia derita dan bagaimana ia menghadapi kefakiran yang dialaminya dengan selalu memuji kepada Tuhannya, hingga akhirnya ia sembuh dari sakit dan kefakirannya. Kesabaran Nabi Ayub inilah yang kemudian diabadikan dalam Al-Qur’an pada surat Shad ayat 44. Nabi Ayub berhasil menemukan kemudahan dalam kesulitan dengan tetap dan selalu beryukur dan memuji Tuhannya. Juga bagaimana kesabaran Nabi Muhammad sepanjang perjuangan dakwahnya, ia didzalimi, dicaci maki, dan dihina, tapi pada akhirnya dengan kesabarannya Nabi Muhammad berhasil mendulang banyak pengikut dan satu persatu memeluk Islam.
Sebaliknya, seorang hamba yang tidak bisa bersyukur dengan nikmat yang diberikan Allah kepadanya, maka nikmat itu akan menjadi sebuah malapetaka dan ranjau yang akan menjatuhkan dirinya. Lihat saja bagaimana orang yang kaya raya dan bertahta tapi terjerat kasus KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme), semua itu karena ia tidak bisa bersyukur dengan nikmat yang ia terimanya. Ia terlena dengan harta dan tahta yang dimilikinya. Ali bin Abi Thalib pernah berkata bahwa barang siapa memperolehkelapangan di dunia, namun tak menyadarinya sebagai ujian, maka nikmat dunia itulah yang akan memperdayanya (hal. 139).
Dalam sejarah syukur ini mungkin kita bisa melihat bagaimana Qarun, seorang hartawan Bani Israil. Dari saking kayanya seorang Qarun, kunci-kunci harta bendanya harus dipikul oleh beberapa orang yang kekar, karena terlalu berat untuk dibawa oleh satu orang. namun ternyata Qarun ingkar atas nikmat Allah yang diberikan kepadanya, yang pada akhirnya ia mati tertimbun beserta harta bendanya kedalam tanah dalam waktu semalam. Tempat Qarun ternggelam bersama harta dan pengikutnya yang kemudian hari menjadi danau yang dikenal sebagai Danau Qarun atau dalam bahasa Arab disebut Bahirah Qarun. Dari sini kemudian kisah Qarun ini menjadi inspirasi legenda harta-harta yang terpendam bawah tanah atau harta karun.
Beberapa kisah di atas, kiranya bisa menjadi contoh dan bukti bahwa kesulitan dan kemudahan yang ada harus kita sikapi dengan sabar, sehingga bisa menjadi jalan untuk tetap selalu dekat kepada Allah. Dengan demikian, yang perlu kita yakini adalah bahwa Allah itu tidak akan pernah salah sasaran, kerena di balik gelapnya malam tersimpat fajar pagi yang akan menjelang, derai air mata akan dihapus tawa riang, masa kering dan gersang setelahnya akan datang masa hijau pepohonan mengindahkan mata memandang. Badai pasti berlalu dan setelah hari ini ada hari esok yang tentunya lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
Diperkaya dengan berbagai kisah inspiratif dan sarat hikmah, buku setebal 668 halaman ini menghimpun seluruh amunisi yang kita butuhkan agar dapat menatap yakin setiap episode kehidupan dan merasakan manisnya setiap takdir Tuhan. Dengan kata lain, buku ini ingin menyadarkan kita semua bahwa kemudahan dan kesulitan merupakan dua sisi kehidupan yang nantinya akan bermuara pada keberserahan diri kepada Tuhan untuk kemudian mengambil hikmah dan pelajaran berharga darinya. Dengan kata lain, buku ini mengajak pembaca untuk menemukan kemudahan dalam kesulitan.
Data Buku
Judul : Inna Ma’al ‘Usri Yusran
Penulis : Muhammad Abdul Athi Buhairi
Penerjemah : Rashid Satari
Penerbit : Mizania, Bandung
Cetakan : I, 2013
Tebal : 668 halaman
ISBN : 978-602-9255-28-7
Harga : Rp. 99.000,00
*dimuat di Harian Bangsa (5 Juli 2013)
0 Response to "Menemukan Kemudahan dalam Kesulitan"
Posting Komentar
Tinggalkan komenrar Anda di sini!