Selamat Datang di Blog Sederhana ini. Semoga Bisa Bermanfaat. Amin...

Benarkah Tarekat Keluar dari Syariat?

Tasawuf dan tarekat adalah salah satu tema yang menjadi objek kritik dari kelompok Salafi-Wahabi. Mereka menganggap tasawuf dan tarekat adalah bid’ah yang melenceng dari syariat Islam, pemuja wali dan guru, tidak kembali langsung pada Al-Qur’an dan Hadis, dan beragam tuduhan lainnya.

Tuduhan-tuduhan itu diidentifikasi dengan baik oleh Nur Hidayat Muhammad dalam buku terbarunya Tarekat dalam Timbangan Syariat: Jawaban atas Kritik Salafi Wahabi ini. Dalam buku setebal 168 halaman ini, penulis kemudian menjawab satu persatu  dengan argumen dan dalil yang rinci.

Beberapa tema yang dibahas antara lain; Pertama, tuduhan sufi dan tarekatnya yang dianggap bid’ah karena tidak ada pada zaman Nabi Muhammad dan tidak pernah dilakukan para sahabat. Terhadap kritik ini, penulis menyadari bahwa hal itu memang tidak ada pada masa Nabi dan sahabatnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa ulama’ hadis dan fiqih banyak yang bertarekat. Dalam buku ini disebutkan sedikitnya ada 39 daftar ulama’ hadis dan fiqih yang bertarekat atau minimal pernah hidup di bawah bimbingan mursyid (hal. 32-37). Selain itu, pembentukan tarekat itu termasuk dari bentuk mashlahah mursalah karena di dalamnya terdapat bimbingan dzikir (talqin dzikir) yang merupakan pelajaran dari Rasulullah, hanya saja pada waktu itu belum ada nama atau label (hal. 25).

Kedua, sufi atau pengamal tarekat dianggap pemuja guru dan hal itu tidak layak karena guru juga manusia dan bisa berbuat salah layaknya kebanyakan orang. Oleh penulis, kritik ini disanggah dengan balik mengungkap fakta bahwa kaum Salafi-Wahabi malah justru lebih fanatik pada guru mereka. Buktinya mereka sangat mengagung-agungkan Ibnu Taimiyah sebagai guru di atas guru. Dialah hakim absolut atas ulama-ulama lain yang haram dan sesat menyelisihinya (hal. 59). Perlu digaris bawahi—sebagai jawaban lebih lanjut dari tuduhan kaum Salafi Wahabi—bahwa jika ulama sufi berkeyakinan tidak boleh menentang gurunya (mursyid), maka hal itu tidak ubahnya sebagai adab (sopan-santun) murid kepada guru dan hal itu merupakan isti’nas dari apa yang dilakukan Nabi Khidir yang melarang bertanya kepada Nabi Musa ketika Nabi Khidir seakan melakukan perbuatan menyimpang (hal. 60).

Ketiga, tuduhan ajaran tarekat tidak kembali langsung pada Al-Qur’an dan Hadis lantaran masih butuh bimbingan seorang mursyid. Oleh penulis kritik ini juga dijawab dengan berlandaskan Al-Qur’an. Bahwa pada hakikatnya seorang musrsyid itu adalah salah satu tanda dari ayat-ayat Tuhan, di mana hal ini seperti yang tecantum dalam surat Al-Ankabut ayat 49, yang artinya; “Sebenarnya Al-Qur’an adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu”.

Bid’ah Teriak Bid’ah
Dari counter beberapa tuhuduhan kaum Salafi-Wahabi di atas, maka kalau diteliti lagi kaum Salafi-Wahabi tersebut tidaklah pantas disebut salafi karena mereka sendiri tidak betul-betul kembali pada Al-Qur’an dan hadis (Salafi). Terbukti, tuduhan-tuduhannya kepada tasawuf yang mereka anggap keluar dari ajaran Al-Qur’an dan hadis, sehingga dianggapnya bid’ah, malah yang mereka tuduhkan itu yang tidak kembali pada Al-Qur’an dan hadis. Sehiggga dengan demikian, kaum Salafi Wahabi tanpa mereka sadari sebetulnya mereka sendiri sudah melakukan bid’ah. Inilah yang kemudian dikakatan bid’ah teriak bid’ah.

Tiga counter yang disinggung di atas bukanlah seluruhnya tuduhan dan jawaban dari tuduhan-tuduhan kaum Salafi Wahabi terhadap tasawuf. Tiga couter di atas hanya sebagian saja yang disebutkan dalam ulasan buku ini sebagai sampel atas kekeliruan beberapa tuduhan kaum Salafi Wahabi terhadap tasawuf yang bertubi-tubi sampai sekarang ini.

Masih banyak perbincangan dalam buku ini perihal tuduhan tak beralasan dari kaum Salafi Wahabi terhadap tasawuf yang tentunya tidak cukup untuk dijabarkan semuanya dalam ulasan pendek ini.

Selanjutnya, layaknya tidak ada gading yang tak retak, buku ini terdapat sedikit keretakan dalam penulisan beberapa kalimat yang semestinya tidak terjadi. Seperti penulisan kalimat “dan lain-lain” yang disingkat menjadi “dll”. Hal ini mungkin sepele, tapi bagaimanapun itu, mengingat buku ini sebuah karya ilmiyah, maka keretakan tersebut dalam karya ilmiyah tetap tidak dibenarkan.

Meskipun demikian, bukan berarti buku ini tidak istimewa dan tidak layak baca. Salah satu keistimewaan dari buku yang dieditori oleh Afif Amrullah ini terletak pada keunikan penulis dalam menjelahi tuduhan-tuduhan Salafi Wahabi yang dijawab dengan begitu lugas dan agumentatif. Hal itu menjadi salah satu bukti bahwa buku ini sangat layak baca, khususnya bagi mereka yang merasa Salafi. Selamat membaca!

Data Buku
Judul : Tarekat dalam Timbangan Syariat
Penulis : Nur Hidayat Muhammad
Penerbit : Muara Progresif, Surabaya
Cetakan : I, Juni 2013
Tebal : x + 168 halaman
ISBN : 978-602-17206-4-6
*dimuat di Majalah Aula edisi Agustus 2013

0 Response to "Benarkah Tarekat Keluar dari Syariat?"

Posting Komentar

Tinggalkan komenrar Anda di sini!