Sosok seorang Dahlan Iskan memang menarik. Penampilannya yang sederhana dan simpel, cara komunikasinya yang menggebu-gebu, dan kebijakannya yang out of the box mencerminkan kepribadiannya yang cekatan dan pekerja keras. Baginya, jika bangsa ini ingin maju, maka solusinya hanya satu, yaitu kerja, kerja, dan keja.
Selanjutnya, membicarakan sosok seorang Dahlan Iskan, yang sekarang menjabat menteri BUMN, seakan tidak ada habisnya. Selalu ada sisi menarik yang dapat disorot dari seorang pendiri dan pemilik Jawa Pos Group ini, baik kepribadiannya sebagai seorang pemimpin maupun gaya hidupnya yang apa adanya.
Salah satu contohnya buku Inilah Dahlan, Itulah Dahlan ini, di mana buku setebal 240 halaman ini berisikan tulisan-tulisan dari 31 orang tokoh, mengomentari pribadi seorang Dahlan Iskan. Mereka datang dari berbagai latar, mulai dari pejabat, politikus, olahragawan, ekonom, pebisnis, wartawan, budayawan, pengamat, hingga mantan pesaing bisnisnya.
Melihat kepribadian dan sepak terjang yang ditunjukkan Dahlan Iskan dalam setiap langkahnya, Ahmad Djauhar menyamakan Dahlan Iskan dengan tokoh ternama, Jusuf Kalla, mantan orang nomor dua negeri ini. Hal itu mengingat banyak kesamaan yang dimiliki dari seorang Dahlan Iskan dan Jusuf Kalla. Seperti banyaknya inisiatif dari keduanya, keberaniannya meciptakan terobosan, selalu punya alasan yang kuat dan hampir tidak terbantahkan, dan tidak suka aturan birokrasi yang seringkali membatasi gerak cepat dan membelenggu (hal. 43).
Contoh kasusnya bisa dilihat bagaimana ketika Jusuf Kalla dengan beraninya menempuh perundingan antara pemerintah dan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang akhirnya bermuara pada perdamaian. Demikian pula bagaimana ketika Dahlan Iskan mengamuk di pintu tol Semanggi karena menyaksikan panjangnya antrean mobil yang hendak masuk tol.
Sama halnya dengan Ahmad Djauhari, ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, menilai bahwa Dahlan Iskan layak diberi gelar Al-Dakhil yang berarti sang pendobarak atau sang penakluk, layaknya Abdurrahman Al-Dakhil dalam sejarah peradaban Dinasti Umayyah, di mana dia berhasil membangun pusat peradaban Islam, yaitu Cordoba dan Spanyol. Karena keberanian dan keperkasaannya, Abdurrahman yang berhasil menguasai Cordoba dan Spanyol itu kemudian disebut sebagai Al-Dakhil (hal. 19).
Penilaian tentang Dahlan Iskan di atas tidaklah berlebihan mengingat setiap langkah Dahlan Iskan memang cekatan dan berwatak penaklukan dan pendobrakan terhadap kejumudan politik pemerintahan negeri ini yang sekarang sedang banyak ditumbuhi oleh munculnya orang-orang picik, culas, dan korupsi. Dahlan Iskan berhasil memberi warna tersendiri dalam setiap langkahnya, mulai dari keberhasilannya menyelamatkan Jawa Pos dari “kematian”, PLN dari kekrisisan, hingga BUMN dari anggapan sarang korupsi yang sekarang lagi on the way.
Cara memipin Dahlan Iskan tidak menggurui. Dalam menjalankan tugasnya ia senantiasa seperti pepatah “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Selama aktif di Jawa Pos, misalnya, meski dia sebagai bos, tapi ia tidak pernah memberlakukan bawahannya sebagai bawahan. Semua struktural di Jawa Pos harus sama-sama memikul yang berat dan menjinjing yang ringan.
Hal serupa juga diakui oleh Soebodro, pelatih Persebaya, bahwa selama Dahlan Iskan menjabat sebagai manajer Persebaya 1988 ia tidak pernah memanajerkan dirinya. Ia tidak pernah absen bertemu langsung dengan pemain di lapangan. Bahkan saat setelah pemain latihan dan mereka sedang duduk bersila di lapangan, ia juga ikut dan duduk bersila bersama pemain. Ia menolak dengan tegas ketika salah seorang ofisial mengambilkannya kursi (hal. 153).
Sekiranya ada beberapa hal yang melatar belakangi terbentuknya pribadi tangguh dari seorang Dahlan Iskan, seperti yang dituliskan oleh J. Sumardijata dalam buku ini, bahwa dalam menjalani drama hidup Dahlan Iskan senantiasa berpegang pada falsafah hidup yang dibekali orangtuanya tak tinggalke patiku, tak lakonane laraku (kucampakkan tragediku, kujalani penderitaanku) (hal. 206).
Latar belakang di atas yang membuat Dahlan Iskan selalu ngotot melakukan apa saja untuk berhasil, baik kaitannya dengan pribadinya maupun dengan instansi yang ia pimpin. Ia akan bertarung habis-habisan sepanjang Tuhan masih mengizinkannya bertarung.
Terakhir, melihat pengupasan buku ini dari berbagai sudut pandang, maka sangat cocok sekali jika dimiliki oleh semua kalangan, baik itu pejabat, politikus, olahragawan, ekonom, pebisnis, wartawan, budayawan, maupun pengamat, lebih-lebih mereka yang mencari atau membutuhkan inspirasi. Selamat membaca!
Data Buku
Judul : Inilah Dahlan, Itulah Dahlan
Penyusun : Taufik Lamade dan Rohman Budijanto
Penerbit : Noura Books, Jakarta
Cetakan : November 2012
Tebal : vi + 240 halaman
ISBN : 978-602-9498-88-2
Harga : Rp. 42.500,00
*dimuat di Rima News
0 Response to "Dahlan Iskan di Mata Para Tokoh"
Posting Komentar
Tinggalkan komenrar Anda di sini!