Tak kalah oleh demam sepak bola Eropa, Tendangan si Madun kini digandrungi anak-anak kita belakangan ini. Sangat sulit untuk tidak menemukan anak-anak yang tidak senang film bertema bola itu. Di mana-mana semua suka si Madun, bahkan sampai anak-anak perempuan sekalipun. Di rumah, sekolah, dan lapangan seringkali kita temukan pembicaraan dan atraksi anak yang mencontoh film yang dibintangi oleh Yusuf Mahardika tersebut.
Sebetulnya film Tendangan si Madun bukanlah film anak satu-satunya yang bertema bola. Jauh sebelum itu, ada film anak bertema bola seperti Ronaldowati, Tendangan dari Langit, dan Garuda di Dadaku. Namun, dari beberapa film anak yang disebutkan itu, hanya Tendangan si Madun-lah yang paling banyak menyedot perhatian dan simpati anak-anak.
Ada beberapa poin alasan film yang yang ditayangkan MNCTV tersebut begitu digandrungi anak-anak belakangan ini. Di antaranya, pertama, basis anak laki-laki kita mayoritas hobi bermain sepak bola. Permainan itu menjadi salah satu jenis olahraga yang banyak diminati ketimbang olahraga lain seperti bulu tangkis dan tenis meja. Ditambah, jenis olahraga sepak bola itu mudah dijangkau dan lingkungan kita rata-rata gibol (gila bola).
Kedua, antraksi para pemainnya yang begitu “menakjubkan”. Contoh kecilnya bisa dilihat bagaimana si Madun, Rizal, dan Fatur ketika menendang dan menggiring bola dengan begitu lincahnya dan selalu lepas dari kawalan lawan mainnya. Trik serta strategi main mereka dengan gampangnya bisa langsung ditiru anak-anak yang menonton, ditambah karena setiap hari mereka memang hobi bermain bola.
Ketiga, penampilan unik beserta atraksi khas beberapa regu yang bertanding. Kalau ikut melihat, kita bakal menemukan regu-regu yang ada berpenampilan unik dan berciri latar belakang masing-masing. Misalnya, mereka yang berlatang belakang pesilat kungfu akan tampil layaknya pesilat kungfu beserta jurus-jurus ala kungfunya. Begitu juga, mereka yang berlatar belakang rocker, pegulat, dan lainnya akan berpenampilan sesuai dengan latar belakang masing-masing.
Kiranya, tiga poin itulah yang melatar belakangi suksesnya film Tendangan si Madun. Diantara tiga point tersebut, poin kedua dan ketiga paling menarik dan memberikan warna lain bagi perfilman anak dengan tema bola di Indonesia ini.
Namun, di balik semua itu, ada beberapa hal yang pada praktiknya bisa berakibat buruk dan berefek terhadap perilaku serta sikap anak. Pertama, jam tayang yang bersamaan dengan jam produktif anak. Tendangan si Madun yang tayang setiap hari pada pukul 20.00-21.00 WIB sangat mengganggu aktifitas jam belajar anak. Pukul 19.00-20.00 merupakan waktu produktif dan efektif anak untuk belajar, mengulang, serta mempersiapkan pelajaran esoknya. Selain itu, akibat lain yang dapat ditimbulkan, anak-anak berpotensi bangun kesiangan karena menonton Tendangan si Madun yang tayang hingga jam 21.00 WIB atau mengantuk di waktu jam pelajaran sekolah karena baru tidur setelah larut malam.
Kedua, atraksi ekstrim. Dalam Tendangan si Madun, tidak jarang ditemukan atraksi-atraksi berbahaya jika dilakukan dan ditiru anak-anak di dunia nyata. Misalnya, salto, lompat, dan sejenisnya. Atraksi-atraksi itu hanya bisa dilakukan di dunia fiktif (film). Jika dilakukan di dunia nyata, bisa berakibat fatal bagi anak yang meniru. Misalnya, patah tulang, keseleo, dan sejenisnya. Anak mungkin tidak tahu bahwa atraksi ekstrem Tendangan si Madun itu hanya ada dialam film. Kita ingat efek negatif serial Smackdown yang memicu peniruan kekerasan di kalangan anak-anak beberapa waktu lalu.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua dan industri hiburan agar anak tidak mendapatkan dampak negatif. Pertama, pendampingan orang tua atau wali ketika anak nonton film. Orangtua berperan memperingatkan dan menyaring film-film anak yang sekiranya berpengaruh baik dan buruk bagi anak didiknya, baik terhadap moral, sikap, maupun perilaku anak. Selain itu, orangtua mengontrol serta memperingatkan anak untuk segera tidur dan tidak nonton film hingga larut malam.
Kedua, teguran orang tua atau guru ketika anak melakukan atraksi ekstrem, baik di rumah, sekolah, maupun lapangan. Ketika itu juga anak diberi pemahaman akan bahaya yang dilakukannya sekaligus pemberitahuan dengan halus bahwa atraktsi ekstrem dalam Tendangan si Madun tersebut adalah fiktif dan hanya ada di dunia film.
Ketiga, perubahan jam tayang film. Perubahan jam tayang tersebut dianggap perlu karena pendampingan orang tua akan kurang maksimal jika tidak dibarengi dukungan pihak luar, dalam hal ini stasiun televisi. Orang tua bisa saja kewalahan dan kecolongan karena berbagai kesibukan masing-masing. Karena itu, perubahan jam tayang atau bahkan pengurangan jam tayang, akan sangat mendukung.
Alhasil, dalam menonton film, orang tua jangan sampai lepas kontrol pada anak-anaknya agar perilaku mereka tidak gampang meniru apa yang mereka tonton. Padahal, apa yang mereka lihat tidaklah bagus. Di lain pihak, industri film harus ikut andil dan bisa menyensor atraksi yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi penonton, khususnya anak-anak yang notabene gampang menjiplak apa yang mereka lihat. Dengan kata lain, industri perfilman juga harus tahu diri, tidak hanya mengutamakan kepentingan bisnis belaka.
Anak-anak perlu dipahamkan, untuk bermain sepak bola yang sebenarnya, jelas tak semudah dalam Tendangan si Madun. Kalau semudah itu, tentu PSSI gampang jadi juara.
*telah dimuat di harian Jawa Pos (26 Mei 2012)
0 Response to "Tendangan si Madun ke Anak Kita*"
Posting Komentar
Tinggalkan komenrar Anda di sini!