Mendengar nama Yahudi, hampir dipasatikan asumsi kita mengarah pada mereka adalah orang yang biadab dan tidak berprikemanusiaan. Merekalah yang mengarsiteki lahirnya negara Israel yang sampai kini dengan teganya membantai Palestina tanpa belaskasihan. Mereka mengklain bahwa tanah Palestina adalah milik nenek moyangnya, sehingga rakyat Palestina harus diusir, dihalau, dibunuh, dan bahkan dibinasakan. Mereka juga percaya sebagai manusia pilihan yang tidak boleh tunduk kepada siapa dan apapun.
Menurut catatan sejarah, seperti yang dituliskan Edward W. Said, salah seorang Palestina Kristen kelahiran Jarusslem, bahwa pada tahun 1948 setidaknya 780.000 rakyat Palestina terusir karenanya dari tanah kelahirannya. Dan pada tahun 1980-an melonjak menjadi 2 juta orang dan sampai saat ini disinyalir mencapai dua kali lipat.
Di tengah kekejaman kaum Zionis, rupanya tidak semua orang dan keturunan Yahudi mempunyai klaim dan persepsi jahat seperti di atas. Misalnya seperti yang dicatatkan oleh Buya Syafii—panggilan dari Ahmad Syafii Maarif—dari hasil percakapan e-mail-nya dengan Gilad Atzmon dalam buku ini, yang kemudian menjadi judul buku setebal 147 ini.
Gilad Atzmon adalah anak keturunan Yahudi dan terdidik dari keluarga Zionis yang agak sekuler. Pada usia 17 tahun dia masuk wajib militer Israel yang dikenal dengan sebutan IDF (Israel Defense Forces/Pasukan Pertahanan Israel), di mana dari sana Ia dibekali semangat Zionis yang membabi buta. Ini juga dipengaruhi karena kakeknya yang tidak lain seorang Zionis tulen yang sempat menjadi komandan sayap kanan organisasi teror Israel, Irgun.
Dengan didikan Zionis Israel, Gilad menjalani hari-harinya dengan kendali Zionisme, bahkan seiring dengan menangnya Israel atas Pasukan Arab pada Perang Enam Hari, Juni 1967, semakin menambah supermasi dan optimesme zionismenya.
Namun semenjak berkenalannya Gilad dengan musik jazz ketika berdinas pada unit penyelamatan dalam Angkatan Udara Israel, batin Gilad terpukul karena gesekan tali musik Bird (nama panggilan dari Charlie Parker) sangat menyentuh hatinya yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Semenjak itu, Gilad mulai menghindari panggilan untuk tugas-tugas kemiliteran pemerintah Israel (hal. 52-55).
Hati nuraninya mulai berkata bahwa Israel bukanlah negara yang patut didukung, hingga akhirnya dengan lantang dia mengutuk Zionis Israel dan pada tahun 1994 dia hijrah ke Inggris, demi menunjukkan kesetiaannya pada panggilan keyakinan hari nuraninya bahwa Israel harus angkat kaki dari tanah Palestina karena dua alasan; pertama, tempat berdirinya Israel yang sedang mereka kuasai adalah tanah curian dari Bangsa Palestina. Dan kedua, Gilad tidak percaya bahwa selama Israel masih berpegang pada politik identitas Yahudi yang rasis dan congkak, Zionisme tidak akan bermetamorfosis menjadi ideologi biasa sebagai bagian dari hasil peradaban umat manusia (hal. 117). Semenjak itu, melalui alunan musik jazz-nya di berbagai konser manca negara dan tulisan-tulisannya (baik buku maupun artikel pendeknya), Gilad mengampanyekan negara tunggal sebagai solusi dari gejolak Palestina-Israel.
Gilad memang bukan orang satu-satunya keturunan Yahudi yang menentang kaum Zionis dan membela rakyat Palestina, tapi cara dan persepsi Gilad berbeda dengan yang lain, yang menurut Buya Syafii sudah berada di luar kalkulasi manusia biasa. Demi membela rakyat Palestina, secara blak-blakan, Gilad dengan keras dan lantang menyuarakan solusi negara tunggal yaitu negara Palestina Merdeka dan Israel harus angkat kaki dari tanah Palestina. Sebagai tanda buktinya, Gilad memilih keluar dari barisan serdadu Zionis yang ia jalani di masa mudanya. Gilad berani menanggung resiko sekalipun ancaman mati dari kaum Zionis.
Karena keberaniannya melawan Zionis yang tampak perkasa dalam kebiadaban dan lihai dalam kelicikannya, Kevin Barret mengibaratkan Gilad itu seperti Nabi Musa yang mengimbau umatnya untuk keluar dari Mesir, dari nasionalisme dan rasialisme yang bodoh, dari paham eksepsionaliseme dan perasaan manusia terpilih, menuju suatu bentuk universalisme humanisme.
Akhir kata, pelajaran penting dari buku ini, selain kita mengetahui kejelasan duduk perkara konflik Palestina dan Israel, juga hikmah dan teladan dari rakyat Palestina bagaimana mereka dengan gigih terus memperjuangkan kemerdekaan tanah airnya dari kuasa kaum Zionis yang tidak berprikemanusiaan.
Data Buku
Judul : Gilad Atzmon: Catatan Kritikal tentang Palestina dan Masa Depan
Zionisme
Penulis : Ahmad Syafii Maarif
Penerbit : Mizan Pustaka, Bandung
Cetakan : I, Februari 2012
Tebal : 147 halaman
ISBN : 978-979-433-686-1
Harga : Rp. 29.750,00
*telah dimuat di harian Radar Surabaya (8 April 2012)
0 Response to "Gilad Atzmon, Yahudi Pembela Palestina*"
Posting Komentar
Tinggalkan komenrar Anda di sini!