Selamat Datang di Blog Sederhana ini. Semoga Bisa Bermanfaat. Amin...

Kidung Sastra dari Pesantren*


Oleh: Abd. Basid

Adakah hubungan dan sangkut pautnya antara pesantren dan sastra? Kalau dipikir sekilas kayaknya tidak ada hubungan dan sangkut pautnya antara pesantren dan sastra. Karena seperti yang jamak terasumsi bahwa dunia pesantren itu identik dengan kitab kuning (turats), berpenampilat kolot, dan jauh dari peradaban. Akan tetapi semua itu, tidak bisa dibenarkan lagi. Kalau dulu asumsi tersebut mungkin memang bisa dibenarkan, akan tetapi sesuai dan seiring dengan berjalannya waktu, dunia pesantren juga bisa menampakkan taringnya dalam dunia sastra.

Asusmsi “negatif” itu muncul tidak lain karena publik jarang menemukan karya sastra yang berasal dari dan oleh insan pesantren. Jaman dulu kita memang jarang—kalau tidak mau dikatakan tidak sama sekali—menemukan insan pesantren yang menghasilkan karya sastra. Sedikit karya sastra islami yang muncul ke permukaan. Pada tahun 1950-an mungkin kita akan menemukan karya sastra islami hanya pada Buyah Hamka, Yoesoef Sou’eb, dan Bahrum Rangkuti saja. Akan tetapi, dewasa ini, menarik untuk dicermati kemunculan novel-novel bernuansa islami. Ayat-ayat Cinta (AAC) diikuti oleh munculnya novel dan film Perempuan Berkalung Sorban (karya Abidah El Khalieqy), kemudian dua seri Ketika Cinta Bertasbih (KCB) (karya Habiburrahman El Shirazy), serta segera menyusul Negeri 5 Menara (karya A Fuadi).

Novel-novel itu ditulis oleh para pengarang yang memiliki basis pendidikan Islam di pondok-pondok pesantren, yang kemudian menjadi mahasiswa dan bekerja di luar negeri. Mereka tadinya adalah orang-orang desa, bahkan tanpa pernah tinggal di Jakarta, langsung menuju pusat-pusat pendidikan Islam seperti Mesir atau kota megapolitan, seperti Washington DC.

Fakta sosiologis ini menguatkan hipotesis bahwa dari merekalah kemudian dilahirkan karya-karya bernuansa islami yang menunjukkan keislaman modern. Periode ini muncul ke permukaan seturut dengan menguatnya Islam simbolik di perkotaan, terutama pascareformasi 1998 serta peristiwa 11 September 2001 di Amerika.

Pengajar filsafat Universitas Parahyangan, Bandung, Bambang Sugiharto, melihat fenomena ini dalam tiga hal. Pertama, bisa jadi penerbitan serta pembuatan film-film islami itu sebagai rumusan dari kegelisahan khalayak sehingga hal-hal yang tadinya dianggap tabu dibicarakan dalam Islam memperoleh outlet lewat media-media populer. “Meski belum begitu berani, setidaknya karya-karya ini mengartikulasikan kepentingan orang-orang urban,” kata Bambang.

Kedua, adanya problem identitas yang meluncur ke permukaan pascaperistiwa 11 September 2001, di mana Islam diidentifikasi sebagai agama yang dipenuhi kekerasan. Di situ pula seolah-olah terdapat benturan hebat antara Islam dan modernitas. “Novel-novel ini justru menggambarkan betapa Islam itu tidak bertentangan dengan modernitas, Islam juga bisa diterima oleh orang-orang yang kosmopolit,” ujar Bambang.

Ketiga, dalam benturan tradisional dengan modern itulah justru orang-orang kota membutuhkan bentuk-bentuk konfigurasi simbolis untuk menunjukkan bahwa kekotaan itu tidak berarti menghilangkan religiusitas di dalam diri mereka (Putu Fajar Arcana, dalam Kompas, 27/12/09).

Semua itu menunjukkan bahwa wajah pesantren tidaklah kaku dan kolot (lagi) seperti yang mereka baca. Selain itu, hal yang demikian juga menunjukkan bahwa di dunia pesanten teks sastra diperlakukan sebagai wahana dakwah, yang hal ini merupakan suatu “gebrakan” dan metode yang kalau meminjam istilahnya majalah Annida adalah “ad-dakwah bil qalam” (berdakwah lewat pena).

Jika dulu karya sastra pesantren tidak mewarnai dan mungkin mati suri, maka dengan adanya karya-karya sastra pesantren yang mulai muncul—seperti karya yang telah tersebut di atas—setidaknya sudah mulai menjadi bukti bahwa santri juga mempunyai spirit membangun kata-kata dan kalimat-kalimat menjadi bernyawa, dengan tetap mengacu pada khazanah klasik yang mereka kaji dengan mencoba menformatnya lewat karya sastra.

*dimuat di harian Radar Madura (03/02/2010)

0 Response to "Kidung Sastra dari Pesantren*"

Posting Komentar

Tinggalkan komenrar Anda di sini!