Selamat Datang di Blog Sederhana ini. Semoga Bisa Bermanfaat. Amin...

Kebebasan Tak Harus Bertentangan dengan Undang-Undang

Oleh: Abd. Basid

Semenjak Negeri ini masuk ke era yang sering disebut-sebut sebagai “era reformasi”, banyak orang berilusi mengenai kebebasan dan demokrasi. Semua dorongan dibalik kebebasan, diklaim sebagai “ini kan demokrasi…”

Benarkah? Dalam perspektif tertentu, tampaknya yang ditengarai sebagai demokrasi itu juga absennya Negara dalam masalah-masalah yang kritis. Ketika Negara tidak berperan, maka slogarde lain mengambil alih: juga atas nama kebebasan.

Maka, muncullah anomali seperti terjadi selama ini, termasuk pada tahun 2008 yang baru saja lewat. Berbagai pihak mengklaim diri punya otoritas yang bersangkutan dengan moral serta hal-hal yang berhubungan dengan pantas tidak pantas, baik tidak baik, benar tidak benar.

Sebut saja seperti Dewi Persik,—yang mempunyai nama asli Dewi Murya Agung—penyanyi dangdut yang dikenal dengan goyang gergajinya dikarenakan ketika ia bergoyang dengan ciri khas menekuk dua jarinya seperti gaya metal, sementara pinggulnya maju-mundur mirip gerakan gergaji.


Melihat ekspresi Dewi Persik seperti itu, kritikan dan hujatan banyak menghampirinya. Seperti Pemerintah Kota Tanggerang mengeluarkan cekal, menyusul kemudian Wali Kota Bandung, Wali Kota Depok, MUI Sumatera Selatan, Bupati Probolinggo, dan Wali Kota Balik Papan.

Namun, hal tersebut tidak berefek bagi Dewi Persik—masuk kuping kanan keluar lagi dari kuping kiri—meskipun banyak cekalan dan orang bilang bahwa ekspresinya termasuk pornoaksi. Dewi persik tetap bereaksi spontan dan mencoba membela diri, dengan dalih atas nama kebebasan, seraya dia beralasan, “saya menyanyi untuk menghibur semua orang. Ketika saya manggung, saya kawin dengan musik dan lagu. Itu ekspresi seni. Saya beradaptasi dengan pluraritas budaya Indonesia. Setiap kebudayaan punya cara pandang sendiri untuk melihat batas-batasan pornografi. Kenapa mesti memaksakan aturan yang membatasi kebebasan, jika nanti malah memicu pertikaian dan merusak kebinekaan suku, budaya, ras, dan agama?” (Kompas, 28/12).

Meskipun demikian, apakah kata kebebasan berekspreri tidak ada ujungnya, tanpa ada batas, seperti yang diklaim Dewi Persik dan yang sependapat dengannya? Benar hal yang seperti itu merupakan ekspresi seni yang tidak perlu dipersoalkan? Tidak adakah ujung dan batas dari definisi kebebasan? Dan benarkah aturan yang membatasi kebebasan akan memicu pertikaian dan merusak kebinekaan suku, budaya, ras, dan agama? Bukankah tidak malah sebaliknya?

Kebebasan berekspresi memang sangat penting. Bisa membuat semangat, bergairah bekerja, selalu ingin membuat yang lebih baik, mendorong untuk berinovasi—yang bisa membuat suatu budaya bisa berevolusi. Akan tetapi, kebebasan tidak sembarang kebebasan. Kebebasan disini adalah kebebasan yang tidak cuma menguntungkan perorangan. Setiap sesuatu pasti ada ujung dan batasnya. Indonesia saja ada Sabang dan Merauke.

Negara tidak cuma memikirkan nasib satu perorangan, melainkan Negara juga melihat apa yang akan ditimbulkan dari perbuatan setiap orang dengan tujuan mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan masyarakat yang beretika, berkepribadian luhur, menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, serta menghormati harkat dan martabat kemanusiaan. Dengan itu, maka terbentuklah undang-undang pornografi dan pornoaksi dalam kebebasan berekspresi, guna mencegah berkembangnya pornografi dan komersialisasi seks di masyarakat.

Melihat tujuan luhur dibentuknya peraturan oleh pemerintah, seperti undang-undang pornografi, maka kita tidak boleh memandangnya dengan sebelah mata. Pada UU Pornografi, defisini pornografi disebutkan dalam pasal 1: "Pornografi adalah materi seksualitas yang dibuat oleh manusia dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, syair, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan komunikasi lain melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang dapat membangkitkan hasrat seksual dan/atau melanggar nilai-nilai kesusilaan dalam masyarakat". Definisi ini menggabungkan pornografi dan pornoaksi, dengan memasukkan "gerak tubuh" kedalam definisi pornografi.

Dengan demikian, kebebasan yang diperbolehksn adalah kebebasan yang tidak melanggar undang-undang, baik undang-undang Negara maupun undang-undang agama. Bukankah dalam setiap Negara dan Agama, hal yang erotis itu merupakan hal yang tidak baik (dilarang)? Negara dan Agama yang masih menjunjung tinggi nilai ketuhanan, moral, etika, dan menghormati harkat dan martabat kemanusiaan akan menganggap hal erotis itu tidak baik (dilarang).

Bermoralkah tontonan seperti yang Dewi Persik ekspresikan dalam film Tali Pocong Perawan, Tiren: Mati Kemaren, dan ketika Dewi Persik berduet dengan Glenn Fredly dalam lagu “Hikayat Cinta”, yang pada video klipnya Dewi Persik menyuguhkan goyang gergaji yang telah bermetamorfosis menjadi tarian mirip ular yang mengentak-entak lebih elegan? Cuma orang impoten yang akan menganggap hal tersebut merupakan hal tidak erotis.

Maka dari itu, adanya peraturan dan batasan (undang-undang) bukan untuk dilanggar, melainkan untuk dipatuhi selagi tidak bertentangan dengan nilai-nilai kesusilaan dan masyarakat. Bukan yang bertentangan dengan keinginan hawa nafsu sementara. Islampun tidak melarang seseorang untuk berekspresi dan berkreasi, akan tetapi kebebasan termaksud dengan catatan tidak bersebrangan dengan hukum syariat islam. Memetuhi undang-undang wajib bagi pemeluknya, sebagaimana yang telah difirmankan Allah swt. dalam surat an-Nisa’, ayat 59, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, patuhlah kalian semua kepada Allah swt. dan Rasul-Nya dan para pemimpin (pemerintah) kalian”.

Seiring dengan datangnya tahun baru (islam dan masehi), yang baru saja menyapa kita, penulis berharap semoga kita, warga Indonesia, bisa “hijrah” dari hal yang kurang baik menuju yang lebih baik, seperti halnya hijrahnya nabi Muhammad saw. 1429 tahun yang lalu dari Makkah ke Madinah dengan tujuan untuk mendapat hal yang lebih baik setelah mendapat kekangan dari kaum kafir Quraisy Makkah. Wallahu a’lam bisshowab…




0 Response to "Kebebasan Tak Harus Bertentangan dengan Undang-Undang"

Posting Komentar

Tinggalkan komenrar Anda di sini!