Selamat Datang di Blog Sederhana ini. Semoga Bisa Bermanfaat. Amin...

RII, Mercusuar Sastra Tanah Air*


Oleh: Abd. Basid
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. Telah meninggal dunia sastrawan asal Malang, Ratna Indraswari Ibrahim”. Kiranya kalimat itulah yang harus saya ungkapkan di awal tulisan pendek ini, menyusul meninggalnya Ratna Indraswari Ibrahim (RII), Senin, 28/3/2011, kemarin.

Berita meninggalnya RII ini menjadi kesedihan tersendiri bagi saya—khususnya, lebih-lebih RII justru meninggalkan kita di tengah-tengah semakin merosotnya perbincangan kesusastraan Tanah Air. Dengan demikian, pejihad pena kita—khususnya dalam bidang sastra, sudah berkurang. RII yang merupakan mercusuar sastra Tanah Air sudah tiada.

Namun, ajal pasti datang dan menjemput setiap insan dan makhluk yang hidup di muka bumi ini. Meninggalnya RII pun, sejatinya tidak harus kita ratapi dan sesali, meski ia meninggal di tengah merosotnya kesusastraan Tanah Airi ini. Dengan meninggalnya RII, setidaknya kita bisa melanjutnkan kegigihan RII dalam menjalankan profesi luhurnya untuk selalu dan terus berjihad lewat pena. Banyak teladan yang dicontohkan RII selama ia hidup, terutama teladan bagi mereka pencinta dunia literasi.

Penyakit rachitis (radang tulang) yang mengakibatkan kedua kaki dan tangannya tidak berfungsi, sehingga ia harus duduk di atas kursi roda dan tidak bisa menulis langsung, tidak menjadi halangan dan hambatan untuk menulis dan menelorkan karya sastranya. Keterbatasan fisik seperti ini tidak menjadi hambatan baginya untuk mengembangkan pribadinya. Sungguh liuar biasa.

Mercusuar Sastra Tanah Air
Karya sastra RII sangatlah khas. Dalam banyak karyanya RII banyak menceritakan kejadian-kejadian masa lampau, baik berunsur sejarah atau legenda. Hal itu, bisa kita lihat di beberapa karyanya, seperti, kumpulan cerpennya yang dimuat dalam antologi Kado Istimewa (1992), Pelajaran Mengarang (1993), Lampor (1994), Laki-Laki yang Kawin dengan Peri (1995), Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan (1997), Lakon Di Kota Senja (2002) dan Waktu Nayla (2003).

Hemat saya, RII tidak dapat dipisahkan dari perkembangan kesusastraan Tanah Air. Meski di mata kita RII yang cacat tidak bisa menulis langsung, yang barangkali terlihat begitu repotnya, tetapi RII tetap dan terus berkarya semasa hidupnya. RII memang cacat. Anggota tubuhnya nyaris tak bisa difungsikan. Sehari-hari dia harus berada di kursi roda. Ke mana-mana harus disertai pembantu yang mendorong kursi roda, mengangsurkan apa-apa yang dibutuhkan, menyuapkan makanan. Tapi, ia tetap berkarya dengan mendiktekan idenya pada para pembantunya untuk diketikkan, yang kemudian ia merevisinya.

Peran aktif RII dalam dunia sasta bisa kita lihat dari bagaimana ia tetap menulis meski tidak bisa menulis langsung, karena cacat yang ia deritanya. Meski demikian, berbagai karya yang dilahirkan RII menunjukkan bahwa RII bisa menjadi mercusuar satra Tanah Air. Akannya, Prof. Dr. Budi Darma pernah berkomentar, mengomentari cerpen hasil kaya RII; “sebagaimana halnya cerpen Ratna terdahulu, kita merasakan kelembutan perasaan Ratna. Dia pengarang berhati lembut, berhati peka”.

Lihat saja, atas peran aktifnya dalam dunia sastra (nasional), RII tercatat beberapa kali meraih beberapa penghargaan, antara lain, tiga kali berturut-turut cerpennya masuk dalam antologi cerpen pilihan Kompas (1993-1996), cerpen pilihan harian Surabaya Post (1993) serta juara tiga lomba penulisan cerpen dan cerbung majalah Femina (1996-1997). Karyanya juga terpilih masuk dalam Antologi Cerpen Perempuan ASEAN (1996). Dan pada 1994 ia mendapat predikat Wanita Berprestasi dari Pemerintah RI.

Tidak cuma itu, ia juga pernah mendapat kesempatan mengikuti berbagai seminar internasional, seperti Disable People International di Sydney, Australia, (1993), Kongres Internasional Perempuan di Beijing, RRC (1995), Leadership Training MIUSA di Eugene Oregon, Amerika Serikat (1997), dan Kongres Perempuan Sedunia di Washington DC, Amerika Serikat (1997).

Akhir kata, selamat jalan mercusuar sastra Tanah Air. Taman baca abadi pasti menunggumu di Surga sana. Selamat berkarya (kembali) di surga sana.
*dimuat di Radar Surabaya (3/4/2011)

0 Response to "RII, Mercusuar Sastra Tanah Air*"

Posting Komentar

Tinggalkan komenrar Anda di sini!