Oleh: Abd. Basid
Kasus penganiayaan terhadap anak-anak kini marak diperbincangkan (lagi). Berbagai media, baik cetak maupun elektronik, memberitakannya tiada henti. Membaca semua itu sungguh sangat mengerikan.
Perbuatan keji tidak bermoral itu kini terjadi dan dilakukan oleh Baekuni alias Babeh. Anak-anak tak berdosa itu kini harus menjadi korban kebiadaban pria berumur 48 tahun itu. Salah satu anak yang menjadi korbannya adalah Ardiansyah. Ardiansyah dibunuh, disodomi, dimutilasi dan kemudian dibuang. Beritaya, Jumat (8/1) pagi, ditemukan potongan mayat di dekat jembatan Banjir Kanal Timur di Jalan Raya Bekasi, Ujung Menteng, Cakung, Jakarta Timur. Mayat terpotong lima tanpa kepala itu kemudian teridentifikasi sebagai Ardiansyah (9), pengamen jalanan. Usut demi usut setelah diinvestigasi, ternyata pelakunya adalah Baekuni alias Babeh yang tidak lain merupakan orang yang menjadikan Ardiansyah sebagai anak asuhnya sendiri. Sungguh tidak bermoral sekali.
Mendengar berita di atas, penulis teringat pada kejadian 2008 silam, yaitu kasus yang sama, kasus pembunuhan yang dilakukan Very Idham Henyansyah (Ryan). Waktu itu, tepatnya hari Sabtu (12/7/2008) ditemukan mayat terpotong tujuh di dua lokasi di Jalan Kebagusan Raya. Setelah dilakukan penyelidikan dan mendapatkan identitas bahwa potongan mayat itu adalah Hery Santoso (40). Usut demi usut kemudian tim penyidik, waktu itu Fadhil Imran (Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar) dan timnya menemukan pembunuhnya, Very Idham Henyansyah alias Ryan. Dan ternyata bukan hanya Hery yang jadi korbannya, akan tetapi juga ada 10 orang lainnya—yang kemudian seluruh korban dia bunuh dan kubur di belakang rumah orangtuanya di Jatiwates, Tembelang, Jombang, Jawa Timur.
Kalau penulis amati, dua kasus ini mempunyai kesamaan yaitu sama-sama dilakukan oleh orang yang terkenal sebagai orang baik-baik sebelumnya. Apabila Babe sebelum itu terkenal sebagai pengayom anak-anak jalanan, jarang membeli makanan jadi karena selalu memasak sendiri untuk anak jalanan yang ditampungnya, Ryan pun demikian. Ryan dikenal sebagai periang, berbudi halus, dan cerdas. Di sekolahnya, performanya di atas rata-rata. Di lingkungan kawan dan gurunya di SD-SMP-SMA, Ryan dikenal cerdas, cekatan, dan pandai bergaul.
Namun, semua itu tidak ubahnya mereka adalah srigala yang berbulu domba. Mereka luarnya saja yang baik, tapi dalamnya busuk. Anak tak berdosa harus menjadi korban sodomi dan mutilasi Babeh. 10 orang harus menjadi korban pembunuhan massal Ryan. Sungguh tidak bermoral.
Sejauh yang penulis amati, Ryan menjadi pembunuh karena terseret gaya hidup jetset nan mahal yang sebenarnya tak terjangkau. Lama-lama, penghargaan Ryan kepada orang lain kian surut dibandingkan penghargaannya pada materi.
Semantara Babeh menjadi pembunuh lebih karena ingin membalas dendam “kekalahan” masa kecilnya, karena pada masa kecilnya dia pernah disodomi paksa oleh seorang preman. Kenangan pahit tersebut membuat pria homoseksual ini mengidap paedofilia (penyuka anak-anak dan homo) di samping sebagai pengidap nekrofilia situasional (senang berhubungan seksual dengan mayat). Maka dari itu, dibandingkan Ryan, Babe akan tampak lebih menikmati saat membunuh korbannya. Itu akibat semangat balas dendam Babeh lebih keras dibanding semangat materialisme Ryan. Babeh menjadi lebih tekun belajar membunuh dan lebih rapi. Itulah srigala berbulu domba.
Untuk itu, setidaknya pelaku harus mendapatkan balasan yang setimpal. Undang-undang pasal 292 juncto pasal 64 KUHP tentang pencabulan dengan tuntutan maksimal 5 tahun, yang sering digunakan untuk mengadili penjahat seperti Babeh dan Ryan, kiranya tidak cukup dan kurang relevan untuk memberikan efek jera bagi si pelaku. Seperti yang kita ketahui, perlakuan mereka dapat menghancurkan anak seumur hidupnya. Maka dari itu, kalau perlu si pelaku untuk dihukum mati. Karena, mereka tidak ubahnya seperti srigala.
Semua lapisan masyarakat, institusi swasta, instasi pemerintah, pemerintah, aktivis, dan pemerhati anak harus bahu-membahu tiada henti, bekerja sama melawan dan melindungi anak Indonesia dari ancaman segala kekerasan, terutama pedofilia. Tidak luput pula orang tua juga harus selalu waspada dan hati-hati. Anak jalanan adalah sasaran empuk kaum pedofilia karena mereka tidak ada yang melindungi. Merosotnya ekonomi keluarga (kadang) membuat orangtua membiarkan anak-anaknya mencari nafkah atau membantu penghasilan. Entah dengan menjual koran, mengamen di bus dan jalanan, mengemis, dan tidak mustahil diarahkan untuk tindak kriminal. Anak-anak yang seharusnya masih harus belajar di sekolah itu harus berhadapan dengan kebengisan ibukota. Jumlah mereka tahun lalu diduga mencapai 3,1 juta.
Kini, Anak-anak yang lemah dan rentan itu butuh perlindungan. Mereka terancam penculikan, penganiayaan, perdagangan, perilaku seksual menyimpang dan lain sebagainya. Selamatkan mereka!
0 Response to "Babeh, Srigala Berbulu Domba"
Posting Komentar
Tinggalkan komenrar Anda di sini!