Oleh: Abd. Basid
Terhitung mulali Sabtu (16/5), caprers-cawapres yang akan bertarung pada pilpres, Juli nanti berujumlah tiga calon, pasangan Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win), Susilo Bamabang Yudoyono-Boediono (SBY-Berbudi) dan Megawati-Prabowo (Mega-Pro).
Jusuf Kalla-Wiranto merupakan calon pertama yang mendeklarasikan pada publik, setelah itu tinggal pasangan SBY-Boediono, dan baru Jum’at malam kemarin Megawati-Prabowo, yang sebelumnya sana-sama berambisi ingin mencalonkan sebagai presiden terpaksa berpasangan sebagai capres-cawapres. Maka dari itu, ada yang mengatakan bahwa pasangan Megawati-Prabowo adalah pasangan yang terpksa dikawin paksa, lantaran keduanya sengit tarik-menarik menjadi capres. Mereka bersatu seperti tak punya pilihan lain. Mau tidak mau mereka dikawinkan kalau mau maju pada capres 8 Juli nanti.
Sedangkan pasangan SBY-Boediono yang mendeklarasikan di Gedung Sabuga, Bandung, dianggap pasangan “pengantin” yang tidak direstui, lantaran bersatunya SBY-Boediono tidak murni dapat persetujuan dari partai-partai koalisinya, PAN, PKS, dan PPP. Partai-partai koalisinya rela SBY maju, jika SBY berpasangan dengan cawapres dari pihak partai koalisi—yang telah diajukan masing-masing partai koalisi, sedangkan Boediono sendiri bukan dari pihak partai. Jadi mereka menerima pasangan SBY-Boediono karena terpaksa. Salah satu orang yang menyatakan seperti ini adalah direktur Lemabaga Survei Indonesia (LSN), Umar Bakry.
Sementara perkawinan JK-Wiranto tidak menuai persepsi negatif. Duet mereka dinilai bersatu karena cinta. Pasangan JK-Wiranto satu-satunya pasangan yang dilandasi cinta, dimana keduanya bersatu karena cinta. Karena pasangan mereka (JK-Wiranto) berjalan mulus tanpa tidak ada perselisihan siapa presiden dan wakil presidennya.
Dalam pendeklarasian semua calon mempunyai komitmen masing-masing. Seperti pasangan Megawati-Prabowo, pada pendeklarasiannya, dirumah Megawati, sepakat ingin berjuang dalam mewujudkan ekonomi kerakyatan yang beerlandaskan kelugasan, sesuai dengan cita-cita fonding father, Soekarno, untuk bisa berdiri di kaki sendiri, dan serta berkomitmen terhadap NKRI, pancasila dan keutuhan bangsa.
Terlepas dari semua itu, pasangan yang telah mendeklarasikan untuk maju pada pesta demokrasi, 8 Juni nanti, diharapkan tidak hanya bisa mendeklarasikan diri, melainkan mereka diharapkan bisa mendengarkan aspirasi rakyat, menepati janji-janjinya, dan mamatuhi undang-undang yang ada.
SBY maju mancalonkan capres lagi siap magabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, mengatasi krisis, membangun ekonomi, menyejahtekan rakyat, pemerintahan yang bersih, responsif, bebas korupsi dan bertanggung jawab. Komitmen ini beliau sampaikan dalam pidatonya pada waktu deklarasi SBY-Boediono di Bandung, jum’at (15/5) kemarin. Untuk pasangan JK-Wiranto tidak jauh beda dari calon lainnya (SBY-Berbudi dan Mega-Pro). Semua capres-cawapres memprioritaskan perbaikan ekonomi. JK tampil sebagai “capres ekonomi”, Megawati mengajak Prabowo yang melalui iklan-iklannya ingin memberdayakan ekonomi nelayan, dan petani, dan SBY memilih Boediono yang ahli dalam bidang ekonomi.
Meskipun mereka sudah mendeklarasikan dan berkomitmen dengan komitmen yang men-“surga”, mereka harus tetap konsisten dan membuktikan pada rakyat. Jika tidak, maka tidak secara langsung mereka masuk pada jurang galian mereka sendiri. Masyarakat sekarang sudah tidak peduli jargon-jargon atau komitmen-komitmen men-“surga” yang tak terbukti.
Disamping itu, mereka juga diharapkan bisa menerima kekalahan pasca pilpres nanti. Jargon “siap menang dan siap kalah” harus mereka jadikan motto aplikatif. Karena, seperti yang sudah berlalu, dalam pemilihan-pemilihan sebelumnya, di Indonesia terbukti tidak ada yang siap kalah dan siap menang. Adanya cuma siap menang tok. Gugat-menggugat selalu menghiasi pemilihan di Indonesia. Contoh kecilnya saja, di Jawa Timur, pasca pemilihan legislatif (pileg) kemarin sampai sekarang masih menimbulkan gugatan. Sejumlah parpol di Jatim mengajukan gugatan ke MK. Diantaranya HANURA laporan dari DPRD Jatim. PDI-P laporan dari DPRD Kabupaten, diantaranya Kab. Ponorogo. Juga ada PKS laporan dari DPRD Kabupaten, diantaranya dapil 6 Kabupaten Jombang, dapil 1 Kabupaten Banyuangi, dan dapil 1 dan 2 Kabupaten Tulungagung (Surabaya Pagi, 16/5).
0 Response to "Menelisik Komitmen Perkawinan Capres-Cawapres"
Posting Komentar
Tinggalkan komenrar Anda di sini!