Oleh: Abd. Basid
Proyek jembatan Suramadu, yang menghubungkan antara Surabaya dan Madura telah selesai. Sekarang tinggal menunggu pengoprasiannya. Dengan selesainya proyek tersebut, maka tidak bisa dielakkan bahwa terbangunnya jembatan tersebut akan berdampak terhadap peradaban di Madura. Maka dari itu, setidaknya dampak yang akan timbul nanti tidak berarti dampak negatif, melainkan dampak positip yang ada.
Melihat budaya Madura yang sangat kental dengan budaya pesantrennya—terutama Bangkalan yang memang dikenal dengan Kota Pesantren dan Pamekasan yang dikenal dengan Kota Pendidikan di Madura —maka, kayakya hal negatif sulit untuk teraba. Namun, semua sesuatu bisa terjadi tanpa di duga—termasuk hal yang tidak diharapkan masyarakat Madura setelah rampungnya jembatan Suramadu.
Yang sangat terancam pasca beroperasinya jembatan Suramadu ini, diantaranya; pertama, akhlak masyarakat Madura itu sendiri. Karena, akhalak gampang terjamah oleh tangan-tangan jahil syaitan. Apabila akhlak sudah terjangkit kebiasaaan orang-orang yang tidak beradap, maka yang lainnya akan ikut rusak. Dari saking pentingnya “sebuah” akhlak sampai-sampai Allah swt. mengutus nabi Muhammad saw. ke dunia ini hanya untuk menyempurnakan akhlak. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw.; “innama bu’istu liutammima makarimal akhlak” (sesungguhnya saya (Muhammad) diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak).
Kedua, budaya khas Madura. Seperti, budaya sapi sonok. Salah satu budaya yang sangat kental di masyarakat Madura adalah budaya sapi sonok, sapi yang didandani seindah mungkin dan dibuat jinak (toro’ ocak) terhadap tuannya. Budaya ini sangat menarik ditonton dan patut dilestarikan. Maka, sangat naif kalau budaya ini hilang dan lenyap diganti budaya orang lain (baca: budaya barat).
Untuk mengantisipasi semua hal di atas, maka masyarakat Madura di harapkan tetap menjaga kemurnian budaya Madura itu sendiri. Karena kalau tidak demikian, bisa jadi orang luar Maduralah yang akan menguasai Madura. Karena tidak menutup kemungkinan orang-orang asing akan berdatangan ke daerah Madura, daerah yang juga dikenal dengan budaya kerapan sapinya itu.
Sebagai masyrakat Madura, yang memang harus menjaga keorisinilan nilai-nilai keagamaannya, maka seharusnya meraka; pertama, memperkuat nilai-nilai keagamaan, dengan tetap membudayakan dan memberdayakan pesantren yang ada di sana. Karena pesantren merupakan salah satu “rumah sakit” yang menjadi wadah bagi masyarakat Madura.
Kedua, tetap berakhlak yang mulia (akhlakul karimah) terhadap sesama, baik sesama masyarakat Madura maupun masyarakat luar Madura. Sehingga orang lain (pendatang) bisa menirunya. Dengan demikian, orang pendatang akan merasa sungkan untuk bertingkah yang “aneh-aneh”.
Ketiga, masyarakat (baca: tokoh) Madura harus peka membaca apa yang mungkin terjadi setelah jembatan Suramadu beroperasi. Masyrakat Madura harus peka terhadap kebutuhan masyarakat Madura, terutama para pemudanya. Seperti, masyarakat Madura harus bisa menyiapkan kolam renang islami, kolam renang yang diperharuskan memakai baju yang menutupi aurat dan sejenisnya. Sebelum orang lain menguasai, maka masyarakat Madura harus menguasai terlebih dahulu, sehingga nilai-nulai keagamaan masyarakat Madura tetap terjaga. Bahkan orang lain yang ikut masyarakat Madura, tidak dengan sebaliknya.
Dari segi ekonomi, Madura pasti akan tambah berkembang, menurut salah satu kabar bahwa pasca beroperasinya jembatan Suramadu, akan banyak para investor yang akan membangun dan membuka usaha disana.
Maka dari itu, masyarakat harus pintar-pintar membaca peluang ekonomi terkait adanya jembatan Suramadu ini. Setidaknya masyarakat Madura tidak menjadi penonton ditengah industrialisasi. Dengan adanya Suamadu maka perubahahan akan banyak bergeser pada dunia industri. Sehingga akan menghadirkan lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarkat Madura, khususnya bangkalan. Masyarakt Madura yang mayoritas petani sedikit banyak akan ada yang beralih provesi. Warga yang mempunyai modal akan melirik mempersiapkan diri untuk berbisnis.
Meskipun demikian, masyrakarat Madura diharapakan tidak tergoda untuk menjual tanahnya tanpa kontrol, tanpa pikir panjang terlebih dahulu. Memang jual beli tanah bisa jadi berlipat ganda—dengan itu masyarakat akan meraup keuntungan yang banyak. Tapi, dibalik semua itu, masyrakat lupa bahwa nilai-nilai investasi masa depannya telah gagal dijalankan.
Alhasil, untuk tetap menjadikan Madura sesuai dengan harapan awal, pearan tokoh masyarakat yang sangat berpengaruh, apalagi masyarakat yang terkenal dengan semboyan “bupap-babu’-guru-rato”. Semboyan ini menujukkan bahwa masyarkat madura akan tunduk pertama kepada kedua orang tua-guru (kiai)-baru terakhir pemimpin (rato).
kayaknya istighotsah deh, dengan harapan bahan-bahan teruji dan tidak roboh pada 10 tahun yang akan datang.... al-fatihah...
BalasHapusEnakkk... dong!! menghubungkan antara surabaya& madura biar klo kul. g tergesa-gesa tu si yg dari madura he3x kayaknya ngadain istghosah bareng deh...biar bangunannya kokoh...
BalasHapus