Oleh: Abd.Basid
Tempatku tidak terfokus pada satu tempat, kadang aku ada di pinggir jalan, ditengah lapang dan dirumah-rumah, baik itu rumah mewah atau sebaliknya. Bentukku juga tidak pada satu bentuk, kadang aku berbentuk persegi panjang, kadang berbentuk kubus dan kadang aku berbentuk tidak seperti kubus dan persegi panjang, pokoknya bentukku tergantung tempat dimana aku “dilahirkan”, kulitku juga tidak tentu, kadang kulitkku berwarna kuning, merah, biru dan lainnya, pokoknya kulitku bisa berwarna seperti warna yang ada di dunia ini, itulah salah satu kelebihan atau maziyyah dariku.
Banyak orang yang mengenaliku, baik dari golongan orang yang berekonomi rendah maupun tinggi, baik petani maupun pejabat, baik mentri maupun presiden dan de el el. Kali ini aku tinggal di sebuah bangunan yang terletak di salah satu sudut kota Surabaya, dimana anak-anak SMP, SMA dan Mahasiswa tinggal disana, lebih tepatnya kubilang sebuah Asrama.
Pada awalnya aku mengira mereka akan memanfaatkanku sebagaimana mestinya, tak tahunya mereka tidak seperti apa yang aku kira dan kuharapkan, karena setiap harinya aktifitas mereka tidak lain hanya melakukan aktifitas yang menurutku baik dan terpuji, seperti musyawarah, ngaji, belajar dan lain sebagainya. Tapi, ketika mereka makan, bungkus dan sisa makanannya tidak mereka “berikan” padaku, melainkan mereka biarkan berserakan di lantai, yang mana lantai sendiri tidak senang menerimanya, sedang aku sendiri sangat mengharapkannya karena cuma sampahlah yang dapat mengisi isi perutku (memenuhiku). Memang tidak semua anak Asrama melakukan hal seperti itu, tapi mayoritas seperti itulah kebiasaan mereka memperlakukanku.
Di dinding dekatku tertempel lafadz “annadzofatu minal iman” yang sengaja ditempelkan oleh seksi kebersihan agar supaya mereka sadar bahwa aku harus dimanfaatkan sebagaimana mestinya yaitu “Buanglah Sampah Pada Tempatnya”. Aku berharap mereka akan mengerti akan kebersihan dan keberadaanku ditempat mereka tinggal setelah tertempelnya lafadz yang ditempelkan oleh seksi kebersihan itu, dan semoga harapanku tidak melenceng dengan apa yang juga diharapkan oleh orang yang menempelkan lafadz di deketku itu.
Sudah tiga hari lafadz itu tertempel didekatku, aku merasa gembira karena selama tiga hari ini mereka memanfaatkanku sebagaimana mestinya. Berat badanku sudah mulai bertambah, perutku sudah tidak keroncongan lagi dan kulitku sudah mulai berubah. Kususuri semua lantai yang juga merupakan tempat aku berpijak, ia tampak bersinar karena sudah tidak ada lagi sampah yang menghampirinya, toh meskipun ada itu cuma debu yang terbawa angin yang akan hilang dengan angin itu juga.
Sudah dua hari aku menikmati kesegaran di Asrama itu, dan aku mengharap situasi yang cemerlang itu tidak hanya sementara—tidak munafik—melainkan selama-lamanya alias langgeng—yang pasti tidak selanggeng yang Esa—sampai akhir nanti.
Ya… tuhan! kenapa kok aku harus “lapar” lagi? Kenapa tempat berpijakku kok harus kotor lagi? Bukankah sudah satu minggu penghuni Asrama ini sadar akan keberadaanku sebagai tempat sampah? Ternyata kebiasaan mereka tetap tidak berubah, tetap membuang sampah sembarangan, toh meskipun berubah atau mereka sadar, paling cuma tiga sampai tujuh hari (satu minggu) saja, dan saya yakin hal ini tidak hanya di Asrama tempatku berada melainkan di tempat-tempat lainnya juga terjadi hal yang serupa.
Kamis pada tanggal yang 01 Mei 2008
0 Response to "Use Me Please…!"
Posting Komentar
Tinggalkan komenrar Anda di sini!