Oleh: Abd. Basid
Di era globalisasi dan teknologi, seperti dewasa ini, siapa yang tidak kenal internet. Bagi anak kecilpun intenet sudah tidak asing lagi. Banyak anak-anak kecil yang sudah bisa beradaptasi dengan internet. Sekarang sudah jarang ditemukan orang gaptek (gagap teknologi) dikalangan masyarakat kita. Meskipun ada, mungkin cuma beberapa orang saja, yang semua itu dari saking sedikitnya bisa dihitung dengan jari. Mungakin cuma orang pedesaan saja yang masih belum terselamatkan (maaf), itupun sedikit.
Salah satu mesin canggih pencari yang canggih dan mampu memfasilitasi ilmu pengetahuan adalah Google. Google yang lahir dari pertemuan yang tidak disengaja antara Larry Page dan Sergey Brin pada tahun 1995 telah membalikkan sekat keterbatasan informasi. Embrio search engine yang diberi nama BackRub, pada tanggal 7 September 1998 berkembang sempurna menjadi Google. Mesin pencari super canggih ini dapat mencari sebuah istilah hanya dalam satuan detik yang tersaji dalam jutaan situs internet (Kompas, 16/2).
Di dunia pendidikan, search engine ini mampu mengubah jejaring pemikiran para pelaku pendidikan. Seorang siswa dapat mensearching seluas-luasnya untuk mengekploratisasi sebuah pengetahuan baru. Mulai dari mencari arti kata, materi pelajaran, sampai teknologi yang terkini dapat digali dengan mudah.
Banjir informasi menjadi fenomena yang sangat indah untuk dinikmati. Pemahaman tentang sebuah materi pelajaranpun terolah dengan lebih baik. Siswa tidak lagi harus mengeluarkan banyak biaya untuk membeli banyak berbagai macam judul buku. Cukup klik dan dapat.
Meskipun demikian, nilai plus dan minus pasti ada. Adapun nilai plus selain yang telah penulis singgung di atas, diantaranya, Google merupakan wadah untuk berkarya, khusunya dalam dunia tulis menulis. Dengan adanya situs Google, banyak pengumuman-pengumuman lomba karya tulis yang selain disosialisakan lewat papan pengumuman, juga bisa disanyembarakan lewat blog atau website, yang semua itu tersedia di Google. Bagi yang kurang tertarik mencari informasi-informasi lomba, mereka bisa menyimpan semua hasil karyanya di blog atau web pribadinya—yang bisa jadi akan dibaca orang lain dan orang akan tertarik untuk menerbitkan karya tulis mereka.
Banyak siswa/mahasiswa yang tidak suka mengikuti perlombaan karya tulis, tapi mereka suka menulis, yang mereka posting di blog atau web pribadinya dan ternyata dapat respon yang baik dari pembaca. Salah satu contoh, apa yang saya pernah lihat di blog pribadi Muhammad Imdad Robbani, salah satu mahasiswa Tafsir Hadis (TH) Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, yang sekarang sudah pindah ke kampus pondok modrn, ISID Gontor Ponorogo. Di salah satu komentar pembaca yang penulis (saya) temukan, ada satu komentar yang intinya sangat apresiatif atas karya tulis yang dipajang di blog pribadi saudara Imdad Robbani. Komentar tersebut datangnya dari pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tertanggal 31 Januari 2009 dan berisi; UIN Jakarta Watch said… “Your articles is really interesting. We must read this blog often. We appreciate if we can exchange links. Thanks and regard” (artikel Anda sangat menarik. Kita harus sering-sering membaca blog ini. Kita sangat apresiatif apabila bisa saling bertukar links. Terima kasih dan salam ). Komentar tersebut memang berbentuk bahasa Inggris karena karya tulis Imdad Robbani memang berbahasa Inggris.
Begitulah dunia maya (Google). Dan setidaknya hal tersebut sudah bisa menjadi bukti bahwa Google merupakan wadah untuk berkarya, khusunya dalam dunia tulis menulis. Untuk lebih jelasnya pembaca bisa melihatnya langsung dialamat blonya; http://www.imdadrobbani.com, di artikel yang berjudul "Islamic Political Theory: a Preliminary Note"
Itulah nilai plus dari penggunaan Google. Adapun dampak negatif darinya adalah, Google bisa membuat siswa/mahasiswa menjadi malas untuk mengerjakan tugas dari guru. Artinya seorang siswa/mahasiswa akan seenaknya ngenet dan memcari topik dari tugas yang dibebenkan padanya dengan cukup mengklik dan copy paste tanpa mengakaji apa yang ada di dalamnya. Padahal tujuan dari guru dalam memberikan tugas pada anak didiknhya tidak lain agar supaya mereka belajar lebih giat.
Pernah penulis dituturi oleh salah satu dosen kampus di
Namun fenomena ini tidak berlaku bagi semua siswa/mahasiswa. Akan tetapi ada sebagian siswa/mahasiswa yang tidak mengfungsikan Google untuk mencuri karya orang lain yang ada di situs Google.
Maka dari itu, bagi siswa/mahasiswa yang mengerjakan tugas dari guru/dosennya, dan kebetulan hasil dari copy paste dari internet, maka setidaknya ia berlaku jujur dengan mencatumkan catatan kaki atau sejenisnya dan mengkajinya kembali. Jadi, hasil sadurannya tersebut dapat dipertanggung jawabkan baik lewat tulisan maupun pertanggung jawaban langsung secara lisan.
Akhir kata, para pembaca jangan suudzon dalu. Penulis menulis dan memaparkan seperti di atas, bukan berarti penulis biasa menyadur atau copy paste dalam mengerjakan tugas. Akan tetapi tulisan ini merupakan salah satu bentuk unek-unek penulis yang sekiranya perlu untuk dipubliksikan. Karena penulis juga merasa bertanggung jawab dalam mensosialisasikan sebuah etika.
Ada benarnya juga tuh
BalasHapussebenarnya itu tergantung manusianya aja.
Gimanapun aku tetap cinta uncle google
ya memanf ya... aku juga masih suka google kok. tapio setidaknya kita harus menggunakannya sebagaimana mestinya... ya ka??? he33 trims atas komentarnya...
BalasHapus