Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah salah satu tokoh kharismatik dalam dunia Islam. Para syekh, ulama, dan ahli zuhud mengakui keberadaannya. Ia banyak memiliki keutamaan dan karamah. Karenanya sampai ada yang menjadikannya sebagai washilah (perantara) dalam do'a.
Al-Hafidz Ibn Katsir berpedapat bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani merupakan pemimpin para syekh. Menurutnya, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani berjasa besar di berbagai bidang keilmuan; hadis, fiqih, etika, dan ilmu hakikat. Dalam hal ini, Imam Ibnu Rajab pernah berkata, bahwa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani memiliki pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah.
Semasa hidupnya, banyak karya yang dihasilkan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, di antaranya "Majalis fi Mawa'izh al-Qur'an wa al-Alfazh al-Nubuwah", yang kemudian diterjamahkan oleh Aguk Irawan menjadi "Tafsir Al-Jailani", terbitan penerbit Zaman, Jakarta.
Buku ini terbagi menjadi empat bagian, yang dalam buku ini diistilah dengan sebutan Majelis. Majelis pertama berisi penafsiran penulis terhadap ayat Ta'awwudz. Dalam majelis ini dibahas hal ihwal Ta'awwudz, mulai dari makna harfiahnya sampai bagaimana kita menfungsikannya untuk melawan setan yang terkutuk. Di sini juga, penulis membabat habis jenis-jenis iblis dan keturunannya. Disebutkan bahwa iblis itu suka beranak pinak (hal. 22-24). Ada tujuh anak iblis yang dengan turun temurun suka mengganggu anak adam; pertama bernama Al-Mudhisy. Ia ditugasi mengganggu para ulama' agar terjerumus dalam hawa nafsu dan kesenangan.
Kedua bernama Hadis. Ia ditugasi untuk menggoda orang-orang yang mengerjakan shalat agar tidak khusuk dan sejenisnya. Ketiga bernama Az-Zalbanunun. Ia ditugasi untuk berkeliaran di pasar-pasar untuk membisiki para pedagang agar curang dalam jual beli, menipu, dan banyak memuji secara berlebihan agar cepat laku.
Keempat bernama Batr. Ia ditugasi menggoda orang-orang agar menyobeki pakaian dan menampari wajah (histeris), bersumpah-sumpah, dan berkeluh kesah ketika musibah dating. Kelima bernama Mansyuth. Ia ditugasi untuk membuat berita bohong, mengadu domba, umpatan, dan kesombongan, sehingga semua orang menanggung dosa. Keenam bernama Wasim, yang diberi tugas untuk menggoda manusia untuk terjerumus pada perzinahan. Dan ketujuh bernama A'war, yang diberi tugas untuk membisiki para pencuri, agar terus mencuri dan mengelabuhi orang lain.
Majelis kedua, tafsiran dari ayat Basmalah. Majelis kedua ini tidak banyak point pembahasanya, tapi syarat pembelajaran yang disuguhkan penulis. Seperti penyuguhan cerita Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis (hal. 39-58), di mana dari cerita tersebut kita bisa melihat bagaimana kekuasaan Allah terhadap umat terdahulu yang ditampakkan lewat Nabi Sulaiman dalam menundukkan kerajaan Ratu Bilqis, yang sebelumnya menyembah matahari. Meski waktu itu ratu Bilqis secara materi lebih mampu dari Nabi Sulaiman, namun akhirnya Nabi Sulaimanm, dengan kuasa Allah, berhasil menundukkannya, bahkan menikahinya.
Majelis kedua, tafsiran dari ayat Basmalah. Majelis kedua ini tidak banyak point pembahasanya, tapi syarat pembelajaran yang disuguhkan penulis. Seperti penyuguhan cerita Nabi Sulaiman dan Ratu Bilqis (hal. 39-58), di mana dari cerita tersebut kita bisa melihat bagaimana kekuasaan Allah terhadap umat terdahulu yang ditampakkan lewat Nabi Sulaiman dalam menundukkan kerajaan Ratu Bilqis, yang sebelumnya menyembah matahari. Meski waktu itu ratu Bilqis secara materi lebih mampu dari Nabi Sulaiman, namun akhirnya Nabi Sulaimanm, dengan kuasa Allah, berhasil menundukkannya, bahkan menikahinya.
Majelis ketiga tentang ayat Tobat. Dalam bagian ini, penulis menuntun dan menginformasikan bagaimana tata cara dan etika tobat. Manusia yang tidak luput dari salah dan dosa, baik dosa kecil maupun besar, wajib hukumnya untuk bertobat. Para nabi pun tidak henti-hentinya bertobat kepada Allah, seperti yang ditampilkan dalam buku ini; Nabi Adam, Nuh, Ibrahi, Dawud, Sulaiman, Musa, dengan cerita mereka masing-masing (hal. 100-105). Di majelis ini juga diterangkan tingkaran taubat, bahwa taubat itu mempunyai tiga tingkatan, yaitu pertama taubat, kedua inabah, dan puncaknya adalah aubah-yang kemuadian dijelas rentetannya masing-masing, dimana taubah adalah bertaubat yang dikarenakan takut pada hukum Allah. Inabah, bertaubat karena menginginkan pahala. Dan aubah adalah bertobat yang demi menjaga perintah, bukan karena ingin memperoleh pahala dan bukan karena takut siksa.
Majelis keempat tentang tafsir ayat Takwa. Pada majelis terakhir ini, penulis dengan kedalaman spritualnya mengajak agar kita senantiasa selalu bertakwa. Takwa tidak sekedar takwa, akan tetapi takwa yang sejatinya bisa menjadi tiket ke surga. Hakikat takwa adalah membentengi diri dengan ketaatan kepada Allah dari hukumnya, yang pangkalnya nanti kita akan menjauhi hal-hal yang berbau syirik, maksiat, menjauhi hal-hal yang syubhat, dan kemudian meninggalkan hal-hal yang kurang berguna (al-fadhlat).
Sebagai testimoni saya, dengan gaya bahasa tutur yang dipadu dengan cerita, buku ini menjadi renyah untuk dibaca berbagai kalangan, tidak hanya mereka yang faham bahasa arab sekalipun, meski buku ini diterjemahkan dari kitab klasik (turats).
Akhir kata, membaca buku ini, serasa kita ngaji langsung kepada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, lebih-lebih kalau kita baca di kala sepi sambil santai mengisi waktu luang. ***
Data Buku
Judul : Tafsir Al-Jailani
Penulis : Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
Penerjemah : Aguk Irawan
Penerbit : Zaman, Jakarta
Cetakan : I, 2011
Tebal : 299 halaman
ISBN : 978-979-024-287-6
Harga : Rp. 28.000,00
*Dimuat di Harian Bhirawa (18/11/2011)
0 Response to "Ngaji Bersama Syekh Abdul Qadir Al-Jailani*"
Posting Komentar
Tinggalkan komenrar Anda di sini!